Bagi sebagian besar penduduk asli Minang atau Batak, merantau bukan lagi hal yang baru. Anak laki-laki yang sudah menginjak dewasa (peralihan remaja) wajib hukumnya untuk tinggal jauh dari orang tua dan belajar hidup mandiri. Namun, kebanyakan orang Indonesia memilih untuk tinggal di lingkungan yang sama dari generasi ke generasi, sehingga tidak mustahil jika suatu kampung atau desa diisi oleh satu keturunan yang sama. Seperti di Sumatera Selatan banyak desa (dusun) yang semuanya adalah saudara kandung.
Lain halnya bagi masyarakat Jawa, mereka biasanya merantau ketika tidak ada pekerjaan lagi di Pulau Jawa yang mereka bisa lakukan. Biasanya masyarakat Jawa erat kaitannya dengan bertani. Kita tahu sendiri, Pulau Jawa diisi oleh sebagian dari total jumlah penduduk di Indonesia.
Lain halnya dengan beberapa orang yang berpikir untuk pergi ke negara lain. Biasanya kelompok ini berasal dari kalangan pelajar. Mereka sadar jika sistem pendidikan di negara ini belum begitu memadai. Banyak ilmu yang sudah begitu maju di negara lain, namun di negeri ini masih menggunakan sistem kolonial Belanda. "Jadul" bahasa kerennya. Ditambah lagi sistem pendidikan yang selalu berubah-ubah tiap ganti menteri "tidak konsisten dan membingungkan. Sehingga banyak pelajar yang merasa dirugikan dan dipermainkan.
Ada tiga tipe pelajar yang ingin ke luar negeri menurut marantau.top, yaitu:
1. Pelajar yang sadar akan kekurangan ilmu. Pelajar yang satu ini biasanya berniat untuk kembali setelah menyelesaikan studinya di luar negeri. Biasanya mengambil jurusan yang relevan untuk digunakan di daerah asal, agar dapat diterapkan di negeri sendiri. Atau bisa juga karena di negeri ini ilmu yang Ia sukai tidak begitu berkembang atau dianggap sebelah mata oleh orang lain. Misalnya ilmu ke-sukarelawan atau kesejahteraan sosial (Social Work or Social Welfare), di Negara Inggris ilmu ini sungguh di hargai dan imbalan 30 - 60 Pounsterling per Jam.
2. Pelajar yang tidak suka sistem pendidikan negeri ini. Kalau pelajar ini karena merasa bosan atau merasa menjadi kelinci percobaan dari sistem pendidikan di negeri ini. Bagi yang lahir tahun 90-an, sudah tahu bagaimana GALAU nya sistem pendidikan di sini. Mulai dari Ujian Nasional, kurikulum, aturan menteri, aturan presiden, dan lain sebagainya. Biasanya pelajar tipe ini pergi ke negara yang memiliki sistem pendidikan yang sudah memiliki sistem pengajaran yang diakui seluruh dunia yang berhasil mencetak alumni yang berpengaruh di dalam ilmu dan aplikasi di masyarakat, seperti Finlandia, Amerika, Inggris, Denmark, dan sebagainya. Setelah menyelesaikan studinya akan ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama kembali ke negeri Nusantara ini dan menerapkan sistem serta ilmu yang telah dapat dari belajar di negeri asing. Atau bekerja di negeri tempat studi karena menjanjikan masa depan yang cerah dan pasti.
3. Pelajar yang suka Selfie. Hehe. Pelajar satu ini biasanya pergi keluar negeri karena ikut tren. Mereka berasal dari keluarga yang mampu untuk belajar ke negeri asing dengan biaya yang lebih mahal jika dibandingkan dengan belajar di negeri ini (untuk pertunjukkan status "KAYA"). Setelah menyelesaikan studinya, biasanya mereka memilih tempat bekerja yang menjanjikan pendapatan yang besar, seperti di perusahaan multi nasional.
Penulis hanya bisa menyampaikan bahwa belajar memiliki latar belakang yang berbeda-beda dengan tujuan yang berbeda pula. Namun percayalah, ketika telah memiliki pengalaman hidup di negeri orang, akan mendapatkan suasana yang berbeda dari tempat asal dan bisa menjadi orang yang lebih menghargai arti dari perbedaan. Setelah belajar di tempat asing, akan bisa membandingkan sebuah perbedaan dari berbagai sisi. Terlebih akan sangat mengerti arti sebuah keluarga dan sahabat.
Masih perlu alasan untuk merantau?
Semangat>>>>
BalasHapus